Sunday, 28 February 2016

Cara Menghitung Volume Pekerjaan

Belajar Menghitung Volume Siring Pasangan

       Di materi ini saya akan menjelaskan bagaimana cara menghitung volume pekerjaan pada siring pasangan. Siring pasangan biasanya selalu ada di pekerjaan pelaksanaan proyek jalan. Dan biasanya banyak kalangan yang melaksanakan maupun pengawasa proyek kurang cermat dalam melakukan perhitungan kuantitas yang berawal dari hal sepeleh ini. Bukankah akan jadi masalah, jika cara menghitung volume di perkerjaan kurangnya ketelian. Apalagi jika team periksa proyek mengetahui tidak ada kecocokan antara perhitungan RAB terhadap perhitungan pelaksanaan pekerjaan.

Baiklah para pembaca, dalam menghitung volume pekerjaan siring pasangan kita terlebih dahulu harus mengetahui luas penampang dahulu. Lihat gambar di bawah ini.

  Dalam perhitungan ini kita misalkan :
a1   =  65 cm = 0,65
a2   =  40 cm = 0,40
b1   =  45 cm = 0,45
b2   =  24 cm = 0,24
T1   =  55 cm = 0,55
T2   =  45 cm = 0,45 
P     =  35  m'  (panjang siring pasangan)
Jadi :  Luas B =  (( 0,40 + 0,45 ) / 2 ) x 0,45
                      =  0,19125 m²
       Luas A =  (((( 0,65 + 0,45 ) / 2 ) x 0,55 ) - 0,19125 m² ) x 35 m'
                       =  3,89375 m³ ≈ 3,9 m³
Nah,..Dari perhitungan di atas volume yang kita dapat adalah  3,9 m³  

Selain dari pada itu, terkadang banyak kita temukan di suatu pekerjaan siring pasang yang berbeda ukuran penampangnya. Misalnya pada titik awal pekerjaan menuju 10, 12,15 m' atau seterusnya, berbeda ukuran penampangnya. Hal ini sangat mudah untuk kita atasi yaitu dengan cara ;
-  Luas penampang di titik awal pekerjaan ditambah dengan luas penampang yang kita anggap berbeda ukurannya dengan luas penampang di titik awal pekerjaan.
-  Setelah itu kita bagi 2 (dua) dan barulah kita mengalikannya dengan panjang /m' pekerjaan siring pasangan tersebut, maka dengan cara ini kita mendapatkan perhitungan volume pekerjaan yang real sesuai dengan yang terpasang.
Dari penjelasan materi perhitungan di atas, semoga bermanfaat bagi yang membacanya. Terutama untuk mahasiswa dan yang baru memasuki dunia kerja di proyek.

Terima kasih saya ucapkan, dan mohon maaf jika ada beberapa kesalahan dalam penulisan huruf maupun angka.

Saturday, 27 February 2016

Analisis Stabilitas Konstuksi - Retaining Wall - Part3

ANALISIS STABILITAS KONSTRUKSI                                                 
In theory, there are two kinds of retaining wall construction stability, the stability against external force and the stability of the internal forces. Analysis of the stability of the external forces to hazards include:
- Against the dangers of rolling
- Against the dangers of sliding
- Against the soil bearing capacity

The analysis of the stability of the internal styles (styles in) reviewed the internal force of stability in the body retaining walls (retaining wall).

Explanation of the above, I will explain each of these points:
Stability Against Danger Bolsters
As a result of the forces at work, the construction will be rolled out and spun through a swivel point when not mampi against forces that work. Moment of force due to an active style of Ma = Pa LBX H While the moment of resistance due to self-weight construction of Ma = Vx. a balanced .When condition then ΣΜ = 0 (moment bolsters = moment of resistance). In general security numbers drawn were:
SF = ΣΜp / ΣΜa
Where :
          SF ≥ 1.5: Used for non-cohesive soil types eg sandy soil
          SF ≥ 2: Used for cohesive soil types eg ground plates (clay)

At the base of the bridge construction, bridge piers, the channel walls due to water flow leading to reduced passive earth pressure, then the passive earth pressure can be ignored. The magnitude of the moment due to passive earth pressure are:
          Mpasif = Pp. hp

Several attempts to increase security numbers are as follows:
Adding to the moment due to passive earth pressure on memoen resistance.
Reducing rolling moment by moment due to passive earth pressure.
Shortening the active style arm or extend the foot or heel with the aim to increase the torque resistance.
And the constructions in areas with stagnant water or surface water will occur tinngi the hydrostatic pressure which reduces the magnitude of safety factor (SF). The magnitude of the moment due to hydrostatic pressure is:
          Mw = pw. a

The collapse bolsters events that have been described above can be seen in figure below;     

Dalam teori retaining wall ada dua macam kestabilan konstruksi, yakni kestabilan terhadap gaya eksternal dan kestabilan terhadap gaya internal. Analisis stabilitas gaya-gaya eksternal ini meliputi terhadap bahaya :
-   Terhadap bahaya guling
-   Terhadap bahaya geser
-   Terhadap daya dukung tanah

Adapun analisis stabilitas terhadap gaya internal (gaya dalam) ditinjau pada stabilitas gaya internal pada badan dinding penahan (retaining wall).

Dari penjelassan di atas, akan saya jelaskan masing-masing point tersebut :
  • Stabilitas Terhadap Bahaya Guling  
Akibat gaya-gaya yang bekerja, konstruksi akan terguling dan berputar melalui sebuah titik putar bila tidak mampi melawan gaya-gaya yang bekerja. Momen gaya akibat gaya aktif sebesar  Ma =  Pa lbx H Sedangkan momen perlawanan akibat berat sendiri konstruksi sebesar Ma =  Vx . a .Bila kondisi seimbang maka ΣΜ = 0 (momen guling = momen perlawanan). Pada umunya diambil angka keamanan adalah :
SF  =   ΣΜpΣΜa 
Dimana :
          SF  ≥   1,5     :  Digunakan untuk jenis tanah non kohesif misal tanah pasir
          SF  ≥   2        :  Digunakan untuk jenis tanah kohesif misal tanah lemping (clay)

Pada konstruksi pangkal jembatan, pilar jembatan, dinding saluran akibat aliran air yang menyebabkan berkurangnya tekanan tanah pasif, maka tekanan tanah pasif dapat diabaikan. Besarnya momen akibat tekanan tanah pasif adalah :
          Mpasif    =    Pp . hp

Beberapa usaha untuk memperbesar angka keamanan adalah sebagai berikut :
  • Menambah momen akibat tekanan tanah pasif pada memoen perlawanan.
  • Mengurangi momen guiling dengan momen akibat tekanan tanah pasif.
  • Memperpendek lengan gaya aktif atau memperpanjang kaki atau tumit dengan tujuan untuk memperbesar momen perlawanan.
Dan pada konstruksi-konstruksi di daerah yang tergenang air atau muka air tinngi akan terjadi adanya tekanan hidrostatis yang mengurangi besarnya angka keamanan (SF). Besarnya momen akibat tekanan hidrostatis adalah :
          Mw    =    Pw . a
Adapun peristiwa keruntuhan guling yang telah diterangkan di atas dapat dilihat pada Gambar di bawah ini ;
  • Stability Against Danger Slide
Active earth pressure (Pa lb) raises the thrust so that the walls will shift. When the walls of the ground in a stable state, then the forces that work in a state of balance (ΣF = 0 and ΣΜ = 0)

The ability to resist horizontal forces due to active earth pressure is highly dependent by force the resistance that occurs in the contact area between the construction of the subgrade foundation. There are two possible styles of this resistance is based on the soil type, namely:

- Land basic foundation in the form of non-cohesive soil
With f; The coefficient of friction between the concrete wall and the subgrade foundation, if the foundation pads are relatively coarse then f = tgΦ, where Φ is the friction angle in the soil. Sebalikinya when the foundation board relatively smooth surface, then take the value f = tg (0,7Φ) so that in a matter obtained: Vf = Gtotal x f, and in a matter of security numbers drawn were:

         SF = Vt + Pp ≥ 1.5
                        Ppah

- Land basic foundation in the form of cohesive soil
The amount of bond between the foundation board invitation soil retaining wall foundation base is (0.5 to 0.75) C, where C adalan soil cohesion and usually taken 2/3 x C x magnitude of adhesion force multiplied by the adhesions, it acquired the force opponents = 2 / 3.C (bx 1), when taken long wall is 1 m '. So will the figures obtained security:

    SF = 2/3 x C x b
                        Pa1b
  
See Figure below
  • Stabilitas Terhadap Bahaya Geser
Tekanan tanah aktif (Pa lb) menimbulkan gaya dorong sehingga dinding akan bergeser. Bila dinding tanah dalam keadaan stabil, maka gaya-gaya yang bekerja dalam keadaan seimbang ΣF = 0 dan ΣΜ = 0 )

Kemampuan untuk menahan gaya horizontal akibat tekanan tanah aktif tersebut sangat tergantung oleh gaya perlawanan yang terjadi pada bidang kontak antara konstruksi tersebut dengan tanah dasar pondasi. Ada dua kemungkinan gaya perlawanan ini di dasarkan pada jenis tanahnya, yaitu :

-  Tanah dasar pondasi berupa tanah non kohesif
Dengan f ;  Koefisien gesek antara dinding beton dan tanah dasar pondasi, bila alas pondasi relatif kasar maka f = tgΦ, dimana Φ merupakan sudut geser dalam tanah. Sebalikinya bila alas pondasi relatif halus permukaannya, maka diambil nilai f = tg (0,7Φ) sehingga dalam hitungan didapat : Vf = Gtotal x f, dan dalam hitungan angka keamanan yang diambil adalah :

         SF  =   Vf  +  Pp    ≥   1,5
                        Ppah

-  Tanah dasar pondasi berupa tanah kohesif
Besarnya lekatan antara alas pondasi dinding penahan tanah dangan tanah dasar pondasi adalah (0,5 - 0,75)C, dimana C adalan kohesi tanah dan biasanya diambil 2/3 x C x besarnya gaya lekat dikali dengan lekatan, maka diperoleh besarnya gaya lawan = 2/3.C (b x 1), bila diambil panjang dinding adalah 1 m'. Jadi akan diperoleh angka keamanan :

    SF  =   2/3 x C x b
                        Pa1b
  
Lihat Gambar di bawah ini

Stability Against Land Capability
The amount of soil bearing capacity that allowed varies depending on the type of subgrade foundation that can be of clay, sand or a mixture of sand and clay soil types in the form of hard rock, rock and others. Analysis of the stability of the soil bearing capacity even this distinguished terhadaap the soil type:

  • Type of clay soil, sandy soil or soil mix.
  • Type in the form of hard ground.


When in the implementation, building load bearing capacity exceed the amount permitted, then the collapse of the carrying capacity as illustrated below.

Stabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah

Besarnya daya dukung tanah yang diizinkan berbeda-beda tergantung jenis tanah dasar pondasi yang dapat berupa tanah lempung, pasir atau campuran lempung pasir dan jenis tanah keras berupa cadas, batu dan lain-lain. Analisa stabilitas terhadap daya dukung tanah inipun dibedakan terhadaap jenis tanah tersebut :
  • Jenis tanah berupa tanah lempung, tanah pasir atau tanah campuran.
  • Jenis berupa tanah keras.
Bila dalam pelaksanaan, beban bangunan melampaui besarnya daya dukung tanah yang diizinkan, maka terjadi keruntuhan daya dukung seperti yang tergambar di bawah ini.
Stability Against Internal Style On Board Konsturksi

Internal style (style in) meruipakan the forces that work on the construction of the retaining wall per segment, meaning pengharuh these forces do not work on all parts of the retaining wall as a whole, internal force which is necessary to review its stability is the segment of the body wall, especially the connection to the body with a foot retaining wall retaining wall foundation, as in the image below :

Stabilitas Terhadap Gaya Internal Pada Konsturksi Badan

Gaya internal (gaya dalam) meruipakan gaya-gaya yang bekerja pada konstruksi retaining wall per segmen, artinya pengharuh gaya-gaya tersebut tidak bekerja pada seluruh bagian retaining wall secara utuh, Gaya internal yang perlu ditinjau kestabilannya adalah pada segmen badan dinding, terutama sambungan pada badan dinding penahan dengan kaki pondasi dinding penahan, seperti pada gambar di bawah ini :
When the retaining wall segments are not similar happened strain (eccentricity in> 1/6 width of the wall), then it can lead to rupture of the body construction. so that the body wall of the body would collapse / separate from the foot of the foundation.

Bila pada segmen dinding penahan terjadi tegangan tidak sejenis (eksentrisitas dalam > 1/6 lebar badan dinding), maka dapat mengakibatkan pecahnya konstruksi badan. sehingga badan dinding badan akan runtuh / terpisah dari kaki pondasinya.
---------- o0o ----------
Artikel terkait :
- Dinding Penahan Tanah/Retaining Wall - Part1, silakan klik disini
Dinding Penahan Tanah/Retaining Wall - Part2, silakan disini


Thank you, may be useful
Terima kasih, semoga bermanfaat.

Monday, 22 February 2016

JALAN RAYA - Artikel

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN


ABSTRAK
Akhir-akhir ini isu lingkungan menjadi isu pokok dalam berbagai aktivitas manusia, salah satunya adalah kegiatan pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur memberikan dampak terhadap kerusakan lingkungan termasuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. Namun bila pembangunan tersebut memperhatikan aspek-aspek lingkungan, maka dapat menyelamatkan lingkungan dan  mengurangi dampak fatalitas bencana. Pemerintah sebagai penanggung jawab dan penyelenggara infrastruktur jalan dan jembatan wajib menyelenggarakan infrastruktur jalan dan jembatan yang berwawasan lingkungan sehingga tercipta infrastruktur jalan dan jembatan yang berkelanjutan. Namun dalam kenyataan di lapangan aspek lingkungan masih kurang diperhatikan, baik pihak proyek sebagai pemilik (owner) maupun penyedia jasa (kontraktor).
Artikel ini merupakan hasil telaah pustaka yang bersumber dari literatur ilmiah dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan bertujuan untuk memaparkan dan menjelaskan aspek-aspek lingkungan yang harus mendapatkan perhatian dalam pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. Dengan adanya penjelasan tersebut diharapkan pihak-pihak pemangku kepentingan (stakeholder) akan lebih peduli terhadap lingkungan dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, sehingga pembangunan yang dilaksanakan selain akan memberikan dampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat juga turut melestarikan lingkungan.
Secara umum kegiatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan operasi serta pemeliharaan. Setiap tahapan harus memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan, dalam tahap perencanaan pembangunan jalan dan jembatan supaya rute (trase) jalan dan jembatan tidak melalui daerah konservasi serta dalam pelaksanaan dan pengoperasian serta pemeliharaannya haruslah seminimal mungkin gangguannya terhadap lingkungan, baik flora dan fauna maupun masyarakat sekitarnya.
Kata kunci : infrastruktur jalan dan jembatan, stakeholder,  lingkungan

BAB I.  PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan bertujuan untuk mendukung distribusi lalu lintas barang maupun manusia dan membentuk struktur ruang wilayah (Renstra Kementerian PU 2010-2014,2010), sehingga pembangunan infrastruktur memiliki 2 (dua) sisi yaitu : tujuan pembangunan dan dampak pembangunan. Setiap kegiatan pembangunan yang dilaksanakan pasti menimbulkan dampak terhadap lingkungan baik dampak positif maupun dampak negatif, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana melaksanakan pembangunan untuk mendapatkan hasil dan manfaat yang maksimum dengan dampak negatif terhadap lingkungan yang minimum.
Para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam kegiatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, yang terdiri dari pemerintah sebagai pemilik (owner) sekaligus pembuat kebijakan (policy maker), pengusaha/kontraktor sebagai penyedia jasa dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli terhadap infrastruktur jalan dan jembatan, haruslah bersama-sama melaksanakan dan mengawasi kegiatan pembangunan sehingga infrastruktur jalan dan jembatan yang dibangun tersebut tidak hanya berfungsi sebagaimana mestinya tapi juga berwawasan lingkungan sehingga produk infrastruktur yang dihasilkan ramah terhadap lingkungan.
Pemerintah telah banyak mengeluarkan peraturan dan pedoman yang mengatur masalah pembangunan jalan dan jembatan yang berwawasan lingkungan, Dalam implementasi di lapangan peraturan dan pedoman tersebut telah dimasukkan dalam pasal syarat-syarat kontrak, sehingga kontraktor sebagai penyedia jasa wajib melaksanakan pasal – pasal tersebut.
1.2    Rumusan Masalah
·         Apa yang dimaksud dengan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang berwawasan lingkungan?
·         Bagaimana pengelolaan dan pemantauan lingkungan dalam pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan?
·         Bagaimana pelaksanaan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang berwawasan lingkungan di Indonesia?
1.3    Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, artikel ini bertujuan untuk membahas pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang berwawasan lingkungan sehingga tercipta pembangunan yang berkelanjutan. Pembahasan akan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur jalan dan jembatan serta bagaimana pelaksanaannya di Indonesia.
1.4    Manfaat
Artikel ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para stakeholder bagaimana pelaksanaan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang berwawasan lingkungan, sehingga kegiatan pembangunan tersebut tidak hanya untuk pembangunan semata, tapi juga dalam rangka pelestarian lingkungan. Bagi masyarakat luas, artikel ini juga bertujuan untuk memberikan pemahaman bagaimana seharusnya pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan dilaksanakan sehingga tidak merusak lingkungan, dan pada akhirnya dapat tercipta apa yang disebut dengan pembangunan yang berkelanjutan.

BAB II. PEMBAHASAN
2.1   Pengertian Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan yang Berwawasan Lingkungan
Pembangunan merupakan proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat, yang ditandai dengan adanya pertumbuhan ekonomi, industrialisasi dan modernisasi. Namun dalam pelaksanaan khususnya pada pembangunan yang bersifat fisik seringkali para pihak yang terlibat mengabaikan masalah lingkungan, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan. Demikian juga dengan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, masalah lingkungan tidak terlalu diperhatikan, baik pada saat perencanaan maupun pada saat pengoperasiannya, hal ini karena pihak- pihak yang terlibat dalam kegiatan pembangunan tersebut lebih mengutamakan hasil atau produk dari pembangunan itu sendiri, sementara dampaknya terhadap lingkungan masih diabaikan. Pada dasarnya kegiatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan pasti mengakibatkan dampak terhadap lingkungan baik dampak positif maupun dampak negatif, sebagai contoh pembangunan jalan pada daerah yang tidak stabil dapat mengakibatkan kejadian tanah longsor yang efeknya bahkan lebih besar daripada penebangan hutan (Sumarwoto et.al,2001). Agar pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang dilaksanakan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan atau setidaknya meminimalisasi dampaknya terhadap lingkungan maka pembangunan tersebut harus berwawasan lingkungan.
Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah pembangunan yang baik dari sudut pandang ekologi atau lingkungan, dengan kata lain adanya keharmonisan dengan alam (Mustika,2006). Untuk dapat mewujudkan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang berwawasan lingkungan, maka dalam setiap tahapan pembangunan harus memperhitungkan dampaknya terhadap lingkungan. Pembangunan yang berwawasan lingkungan dengan sendirinya akan menciptakan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
2.2   Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan dalam Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan
Kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang berwawasan lingkungan telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 69/PRT/M/1995 tentang Pedoman Teknis AMDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum, yang pada prinsipnya mengatur semua aspek lingkungan pada seluruh siklus pembangunan proyek bidang pekerjaan umum, termasuk proyek pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan.
Siklus pembangunan proyek infrastruktur jalan dan jembatan terdiri dari 8 (delapan) kegiatan (Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan,DPU,2006) yaitu :
1.         Perencanaan umum
2.         Pra studi kelayakan
3.         Studi kelayakan
4.         Perencanaan teknis
5.         Pra konstruksi
6.         Konstruksi
7.         Pasca konstruksi

8.         Evaluasi pasca konstruksi

 Sumber : 
Pedoman Umum PengelolaanLingkungan
Hidup Bidang Jalan, DPU



Gambar diatas Bagan Integrasi Pertimbangan Lingkungan dalam Siklus Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan.


Namun, tidak semua siklus dilaksanakan dalam kegiatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, sebagai contoh dengan pertimbangan tertentu suatu proyek pembangunan jalan dan jembatan setelah perencanaan umum langsung studi kelayakan tanpa adanya pra studi kelayakan. Penerapan pertimbangan lingkungan seperti yang tercantum pada gambar 2.1 di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.      Tahap perencanaan umum
Siklus proyek atau pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan diawali dengan perencanaan umum yang berupa gagasan awal baik ide pembangunan jalan atau jembatan baru maupun peningkatan jalan atau jembatan yang telah ada. Walaupun masih berupa perencanaan umum dan belum adanya kegiatan fisik, namun pihak pemrakarsa proyek sudah harus mengidentifikasi sedini mungkin dampak yang akan ditimbulkan dengan adanya proyek atau pembangunan jalan dan jembatan terhadap lingkungan, melalui proses penyaringan lingkungan. Dengan adanya proses penyaringan tersebut akan didapat gambaran apakah suatu proyek perlu adanya AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atau cukup dengan RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) dan RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan) ataupun cukup dengan penerapan SOP (Standard Operation Procedure). Adapun kriteria kegiatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang wajib AMDAL atau RKL dan RPL dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah.
Tabel 2.1 Kriteria Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL atau RKL dan RPL.
( Berdasarkan skala / besaran rencana kegiatan )
NO.
Jenis Proyek
Wajib dilengkapi AMDAL (Skala/besaran)*)
Wajib dilengkapi RKL dan RPL (Skala/besaran)**)
1.







2.














3.




         

Jalan tol dan jalan layang
a.    Pembangunan jalan tol
b.    Pembangunan jalan laying atau subway
c.    Peningkatan jalan tol dengan pembebasan lahan untuk Damija
d.    Peningkatan jalan tol tanpa pembebasan lahan untuk Damija

Jalan raya
a.    Pembangunan/peningkatan jalan dengan pelebaran di luar Damija

·      Di kota besar/metropolitan :
ü Panjang, atau
ü Luas pembebasan tanah
·      Di kota sedang
ü Panjang, atau
ü Luas pembebasan tanah
·      Pedesaan/antar kota
ü Panjang

b.    Peningkatan jalan dengan pelebaran pada Damija yang ada

·      Di kota besar/metropolitan
(Jalan arteri atau kolektor)

Jembatan
a.    Pembangunan jembatan di kota besar / metropolitan
b.    Pembangunan jembatan di kota sedang / lebih kecil


a.   Semua besaran
b.   Panjang ≥ 2 km
-

-





Panjang ≥ 5 km
Luas ≥ 5 Ha

Panjang ≥ 10 km
Luas ≥ 10 Ha

Panjang ≥ 30 km




-



-

-

-
b.    Panjang < 2 km
c.     Semua besaran

d.    Panjang ≥ 5 km





1 km ≤ panjang < 5 km
2 Ha ≤ luas < 5 Ha

3 km ≤ panjang < 10 km
5 Ha ≤ luas < 10 Ha

5 km ≤ panjang < 30 km




Panjang ≥ 10 km



Panjang ≥ 20 m

Panjang ≥ 60 m
*)   : Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001
**) : Berdasarkan Kepmen Kimpraswil No. 17/KPTS/2003

Catatan :
·      Kota metropolitan                                          :   Jumlah penduduk > 1.000.000 jiwa
·      Kota besar                                                        :   Jumlah penduduk 500.000 – 1.000.000 jiwa
·      Kota sedang                                                     :   Jumlah penduduk 200.000 – 500.000 jiwa
·      Kota kecil                                                         :   Jumlah penduduk 20.000 – 200.000 jiwa
·      Kota di pedesaan                                            :   Jumlah penduduk 3000 – 20.000 jiwa


b.      Tahap pra studi kelayakan
Kegiatan proyek pada tahap ini adalah perumusan garis besar rencana kegiatan yang meliputi penentuan beberapa alternatif koridor trase / alinyemen jalan atau jembatan, dan setiap alternatif dikaji aspek teknis, ekomis dan juga kelayakan lingkungan melalui proses kajian awal lingkungan.
c.       Tahap studi kelayakan
Kegiatan utama proyek pada tahap ini adalah analisis kelayakan teknis, ekonomi, finansial dan lingkungan secara lebih mendalam terhadap alternatif trase jalan atau jembatan berdasarkan data yang didapat dari hasil survey. Analisis kelayakan lingkungan dilakukan melalui studi AMDAL atau RKL dan RPL.
Rencana trase atau lalu lintas yang akan melewati jalan tersebut, harus dapat diterima oleh lingkungan di sekitarnya, baik pada waktu pembangunan, pengoperasian maupun pemeliharaannnya (Studi Kelayakan Proyek Jalan dan Jembatan,DPU,2005), misalnya :
1.      Alternatif rute tidak melalui daerah konservasi
2.      Alternatif rute tidak menimbulkan dampak yang besar terhadap lingkungan sekitarnya
3.      Dampak sosial dan pengadaan tanah perlu diantisipasi
4.      Identifikasi keperluan penyusunan AMDAL atau RKL dan RPL, serta menyiapkan kerangka acuan kerja
5.      Mendukung tata ruang dari wilayah studi
Kesimpulan dan rekomendasi dari studi kelayakan lingkungan disajikan dalam bentuk dokumen RKL dan RPL yang merupakan pedoman untuk pengelolaan lingkungan pada tahap perencanaan teknis (detail design), pra konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi.
d.      Tahap perencanaan teknis
Lingkup pekerjaan pada tahap perencanaan teknis antara lain :
·         Penetapan trase/rute jalan secara definitif berdasarkan pengukuran lapangan yang akurat
·         Perhitungan struktur, pembuatan gambar rencana rencana teknis detail jalan, jembatan dan bangunan pelengkapannya serta penetapan syarat-syarat dan spesifikasi teknis yang digunakan pada tahap konstruksi
·         Perhitungan biaya konstruksi
·         Penyusunan dokumen lelang dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi
Integrasi pertimbangan lingkungan yang diperlukan pada tahap ini adalah penjabaran RKL dalam bentuk gambar-gambar dan syarat-syarat serta spesifikasi dalam pengelolaan lingkungan. Untuk keperluan tersebut, konsultan perencana teknis harus memahami dokumen RKL yang telah ditetapkan, karena itu tim konsultan perencana seyogyanya dilengkapi dengan tenaga ahli lingkungan. Dalam kegiatan
Dalam perhitungan biaya konstruksi jalan dan jembatan sudah harus mencakup biaya pengelolaan lingkungan, baik pada tahap konsruksi maupun pada tahap pasca konsruksi. Jika diperlukan pengadaan tanah, maka pada tahap ini perlu dilakukan studi pengadaan tanah dan pemukiman kembali termasuk semua dampak yang akan timbul, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam dokumen RKL.
e.       Tahap pra konstruksi
Kegiatan pada tahap ini adalah pengadaan tanah dan pemukiman kembali penduduk yang terkena proyek (bila perlu) yang dilaksanakan oleh pemrakarsa proyek atau instansi terkait. Pengelolaan lingkungan pada tahap ini adalah pelaksanaan dan pemantapan RKL dan RPL untuk penanganan dampak sosial yang mungkin terjadi.
f.       Tahap konstruksi
Kegiatan pada tahap konstruksi terutama pekerjaan teknik sipil, meliputi pekerjaan tanah, struktur jalan atau jembatan, bangunan pelengkap dan perlengkapannya. Penerapan pertimbangan lingkungan pada tahap ini adalah pelaksanaan dan pemantapan RKL dan RPL tahap konstruksi, untuk menangani semua dampak yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan konstruksi, seperti erosi, pencemaran udara, kebisingan, gangguan pada prasarana umum dan utilitas di areal proyek dan sebagainya.

Tabel 2.2 Potensi Dampak Kegiatan Pembangunan Jalan dan Jembatan dan Alternatif Pengelolaannya.
Kegiatan yang Menimbulkan Dampak
Prakiraan Dampak Yang Timbul
Alternatif Pengelolaan Lingkungan
Persiapan Pekerjaan Konstruksi
1.    Mobilisasi tenaga kerja







2.    Mobilisasi peralatan berat


3.    Pembuatan jalan masuk


Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi
a.    Di lokasi proyek
1.    Pembersihan dan penyiapan lahan






2.    Pekerjaan tanah (galian / timbunan)









3.    Pekerjaan badan jalan / lapis perkerasan



4.    Pembuatan sistem drainase



5.    Pemancangan tiang pancang






6.    Pekerjaan bangunan bawah dan bangunan atas jembatan atau jalan laying

7.    Pembangunan bangunan pelengkap jalan



b.    Di lokasi quarry dan jalur transportasi material 
1.    Pengambilan tanah dan material bangunan di quarry dan borrow area di darat




2.    Pengambilan material di quarry sungai




3.    Pengangkutan tanah dan bahan angunan



c.     Di lokasi base camp dan AMP
1.3 Pengoperasian base camp (barak pekerja, kantor, stone*) crusher dan AMP**))    



  

a.    Kecemburuan sosial



b...Peningkatan kesempatan kerja (dampak positif)


a.    Kerusakan prasarana jalan


a.    Pencemaran udara



                                                                 


a.    Gangguan pada flora dan fauna
b.    Pencemaran udara
c.    Pencemaran air permukaan


d.    Gangguan pada utilitas


a.    Pencemaran udara (debu)
b.    Pencemaran air
c.    Gangguan pada aliran air tanah dan air permukaan
d.    Gangguan stabilitas                   

e.     Perubahan bentang alam / lansekap





a.    Pencemaran udara (debu)
b.    Gangguan lalu lintas
    

               
                a.    Gangguan lalu lintas 
                                                              
                                                              


a. Kebisingan   
b. Getaran (kerusakan bangunan sekitar)
c.  Gangguan lalu lintas



   
              
                 a.    Gangguan lalu lintas


a .Peningkatan estetika lingkungan (dampak positif)






                 a.    Pencemaran udara (debu)

  b.    Kebisingan
                  c.    Kerusakan badan jalan
                  d.    Gangguan lalu lintas

   a.   Degradasi dasar sungai
   b.  Pencemaran air sungai
   c.   Gangguan terhadap biota air
                   d.   Longsor tebing sungai



   a.    Pencemaran udara (debu)                  
   b.    Kebisingan                                
   c.     Kerusakan badan jalan
   d.    Gangguan lalu lintas




   a.    Kecemburuan social
                   b.    Pencemaran udara
                   c.    Kebisingan
                   d.   Pencemaran air permukaan
                   e.    Kecelakaan lalu lintas


a.1.    Tenaga kerja lokal diprioritaskan
a.2.    Sosialisasi pada penduduk lokal
b.1.    Pemberian informasi tentang tenaga kerja yang diperlukan
b.2.    Pelatihan tenaga kerja local



a.1.    Perbaikan jalan yang rusak
a.2.    Membatasi tonase

a.         Penyiraman jalan secara berkala







a.         Penghijauan
                b.         Penyiraman
c.         Pembuatan tanggul atau drainase sementara untuk pengendalian air larian
d.         Pemindahan dan perbaikan utilitas

a.       Penyiraman secara berkala
b.       Pembuatan tanggul atau drainase sementara untuk pengendalian air larian
c.        Pembuatan sistem drainase

                d.1.  Perkuatan tebing

                d.2.  Pengendalian air tanah
e.        Penataan lansekap


           a.       Penyiraman secara berkala
                    b.1.  Pengaturan lalu lintas
                    b.2.  Pemasangan rambu lalu lintas


                     a.1.  Pengaturan lalu lintas
                     a.2.  Pemasangan rambu lalu lintas

      

      a.      Pemberitahuan kepada                masyarakatsekitardanpengaturan  jadwal kerja
        b.    Penggunaan bor
         c.1. Pengaturan lalu lintas
        c.2.  Pemasangan rambu lalu lintas


     a.1.  Pengaturan lalu lintas
     a.2.  Pemasangan rambu lalu lintas


     a.      Penanaman pohon dan tanaman hias





a.       Penyiraman berkala dan bak truk ditutup terpal
b.       Perawatan kendaraan
c.        Pemeliharaan/perbaikan jalan
d.1.  Pengaturan lalu lintas
d.2.  Pemasangan rambu lalu lintas

a.       Pemilihan lokasi quarry yang tepat
b.       Pengendalian bahan buangan
c.        Pengendalian bahan buangan
d.1.  Perkuatan tebing
d.2.  Penggalian bertahap

                a.       Penyiraman secara berkala              b.       Perawatan kendaraan
                c.        Pemeliharaan/perbaikan jalan
                d.       Pengaturan lalu lintas



a.         Pendekatan kepada masyarakat
b.         Perawatan peralatan
c.         Perawatan peralatan
d.         Pengendalian limbah cair
e.         Pengaturan lalu lintas

================================================================
Sumber : Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan, DPU
Keterangan :    *) Stone crusher : alat pemecah batu
                            **) AMP (Asphalt Mixing Plant) : Unit pencampur aspal panas
================================================================

 I. Tahap Pasca Konstruksi
Kegiatan proyek pada tahap pasca konstruksi adalah pengoperasian (pemanfaatan) jalan atau jembatan dan sekaligus pemeliharaannya agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Untuk menangani dampak terhadap lingkungan akibat pengoperasian dan pemeliharaan ruas jalan atau jembatan tersebut, diperlukan pelaksanaan dan pemantapan RKL dan RPL tahap pasca konstruksi, antara lain meliputi pengaturan lalu lintas, pencemaran udara dan kebisingan serta pengendalian penggunaan lahan di kiri-kanan jalan.

G.Tahap Evaluasi Pasca Proyek
Evaluasi pasca proyek bertujuan untuk menilai penggunaan atau pengoperasionalan ruas jalan atau jembatan yang telah dibangun / ditingkatkan sampai dengan tercapainya umur rencana desain. Pertimbangan lingkungan pada tahap ini adalah evaluasi pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada tahap sebelumnya agar dapat dijadikan masukan dalam kegiatan perencanaan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan selanjutnya.
Kegiatan pengelolaan lingkungan yang terdapat dalam setiap siklus kegiatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang telah dijelaskan di atas harus dipantau pelaksanaannya agar dapat diketahui kualitas lingkungan sebelum dan setelah pelaksanaan pembangunan jalan dan jembatan. Selain itu dengan pemantauan pengelolaan lingkungan dapat diketahui keberhasilan pengelolaan lingkungan pada kegiatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan.
2.3        Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan yang Berwawasan Lingkungan di Indonesia
Pemerintah sebagai penentu kebijakan dalam kegiatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum telah banyak mengeluarkan keputusan, peraturan dan NSPM (Norma, Standar, Pedoman dan Manual) pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang berwawasan lingkungan. Aturan-aturan tersebut telah dijadikan bagian dari dokumen kontrak seperti dituangkan dalam syarat-syarat kontrak dan dalam spesifikasi teknis, sehingga aturan tersebut mengikat para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kontrak pembangunan jalan dan jembatan baik pihak proyek maupun penyedia jasa (kontraktor).
Akhir-akhir ini pemerintah tengah menggalakkan program “green construction” yaitu kegiatan pembangunan atau konstruksi yang ramah lingkungan. Dalam kegiatn pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, pemerintah tengah menggalakkan program penggunaan material daur ulang, yaitu penggunaan kembali bahan agregat dari konstruksi jalan yang telah rusak dengan menggunakan teknik dan campuran tertentu sedemikian rupa agregat tersebut dapat digunakan kembali untuk pembangunan jalan baru sehingga dapat menghemat penggunaan sumberdaya alam batuan dan pasir. Dalam hal konstruksi penahan longsor badan jalan tengah dikembangkan penggunaan rumput vetifer, selain murah, kuat dan ramah lingkungan juga menambah nilai estetika.

BAB III. PENUTUP
3.1.   Simpulan
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan :
1.      Kegiatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan, sehingga setiap siklus kegiatan perlu adanya pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan.
2.     Perlu adanya kesadaran pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan kontrak konstruksi, baik pihak proyek (owner) maupun penyedia jasa (kontraktor) dalam pengelolaan lingkungan pada pelaksanaan konstruksi jalan dan jembatan.
3.     Pengelolaan lingkungan di bidang jalan dan jembatan perlu ditunjang penguatan kapasitas institusional dan sumberdaya manusia

3.2.   Ucapan terima kasih
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada saudara/saudari yang telah berkenan membaca dan memberikan koreksi pada penulisan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA
____________ 2001. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001, tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL. Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.
____________ 2003. Keputusan Menteri Kimpraswil No. 17/KPTS/M/2003, tentang Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang Wajib dilengkapi dengan UKL dan UPL. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Jakarta.
____________ 2011. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 07/PRT/M/2011, tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultasi. Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta.
____________ 2010. Spesifikasi Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum. Jakarta.
Sumarwoto, O. 2001. Atur Diri Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bandung.
Manik, K.E.S, 2007. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bandar Lampung.
Michell, B., Setiawan, B. dan Rahmi, D.H. 2000. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Yogyakarta.
____________ 2006, Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan No. 08/BM/05. Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah, Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
____________ 2009, Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan No. 010/BM/2009. Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
____________  2009. Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan No. 011/BM/2009. Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
____________ 2005. Pedoman Studi Kelayakan Proyek Jalan dan Jembatan No. Pd T-19-2005-B. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
Suratmo, F. Gunawan. 2009. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta
Mustika, S. 2006. Pembangunan Berwawasan Lingkungan dalam Usaha Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup. Bulletin BPKSDM, Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia, Departemen Pekerjaan Umum Edisi III 2006. Jakarta.
____________ 2001. Environmental Awarenes for Civil Construction Projects. Transport South Australia. Walkerville SA.